Fenomena Ahok dan Runtuhnya Kesombongan Partai

Informasi Global


I Global - Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering di panggil Ahok, Jika tidak ada perubahan akan maju dalam pemeilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dari jalur independen.


Informasi Global
Ahok
Ahok maju independen bukan karena tidak ada partai politik yang mendukung dirinya, Pekan lalu Partai Nasdem menyatakan dukungannya untuk Ahok maju di Pilgub DKI. Bukan tidak mungkin partai-partai lain , Seperti PDIP dan Hanura juga bakal menyusul untuk mendukung Ahok.

Namun sampai saat ini Ahok masih kukuh untuk berjuang di jalur independen, Ahok memiliki modal yang cukup untuk maju dari jalur non partai. Relawan yang tergabung dalam TemanAhok hingga saat ini mengaku sudah mengumpulkan 703.640 fotokopi KTP dukungan.

Angka dukungan yang didapat Ahok sudah melampaui syarat untuk maju Pilgub DKI dari jalur independen. Sampai saat ini Ahok juga memiliki modal popularitas dan elektabilitas yang tinggi, Hasil survai CSIS yang dipublikasikan pada 25 Januarai 2016 lalu mencatat elektibilitas Ahok mencapai 45%. Angka ini masih yang tertinggi dari para penantangnya yang akan maju ke Pilgub DKI.

Menarik mengamati fenomena Ahok menjelang Pilkada DKI 2017, Seperti diketahui pada September lalu, Ahok mundur dari Gerinda. Sejak itu dia tidak punya ikatan dengan partai politik manapun. Langkah Ahok lepas dari partai politik terbilang berani, Padahal sebagai Gubernur DKI yang menggantikan Joko Widodo dia perlu sokongan partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah agar program Pemerintah Provinsi bisa berjalan dengan baik.

Akibat Ahok keluar dari partai politik, Ahok sempat beberapa kali terlibat perseteruan dengan politikus anggota DPRD DKI. Kasus yang paling menonjol adalah perseteruan akibat dugaan adanya dana siluman sebesar 12.1T dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja DKI.

Adanya dana siluman tersebut diduga melibatkan oknum anggota DPRD dan pegawai Pemprov DKI. Ahok dan sejumlah anggota DPRD pun terlibat saling tuding, Perseteruan ini sempat membuat pengesahan APBD DKI tahun 2015 tertunda.

Selain di DPRD, Ahok semestinya butuh partai politik sebagai kendaraan untuk maju Pilgub DKI. Mesin-mesin partai politik semestinya diperlukan untuk mendongkrak perolehan suara Ahok. Namun Ahok tidak bergeming dan tetap pada pendiriannya yakni berada di luar partai politik.

Dia yakin asal bekerja dengan benar untuk membenahi Jakarta, Dukungan untuk maju menjadi calon gubernur DKI 2017-2022 akan datang dengan sendirinya. Terbukti hasil survai CSIS menunjukan bahwa tampa bantuan partai politik, Popularitas dan elektibilitas Ahok sangat tinggi.

Ahok diprediksi bakal memenangkan pilkada DKI siapapun lawannya, Termasuk yang diusung oleh partai politik. Di Jakarta partai politik seperti dibuat tidak berdaya kerena mereka tidak mempunyai kader berkualitas untuk dicalonkan melawan Ahok, Saat ini Ahok berhasil membalik paradigma lama.

Di era sebelumnya menjelang pilkada para politikus selalu sibuk untuk melobi partai politik agar dia didukung sebagai calon gubernur, Wali kota, Maupun Bupati. Tidak jarang kandidat menyetor sejumlah uang sebagai mahar agar partai politik mau menggusung dia. Partai politik beralasan mahar tersebut digunakan sebagai ongkos politik dan biaya kampanye.

Namun untuk saat ini di DKI berlaku sebaliknya, Partai politik seperti berebut ingin menggusung Ahok, Baik yang tulus maupun berharap citra partainya tersongrak. Fenomena Ahok ini sekaligus menjadi kritik terhadap partai politik agar tidak lagi jemawa alias sombong dan mengabaikan proses pengkaderan.

Saat ini banyak partai yang menyiapkan kader secara instanm Kesuksesan memasang kader instan ini rupanya merembet tidak ahnya di ajang pemilihan umum melainkan juga ke pemilihan kepala daerah. Fakta ini jlas membahayakan kehidupan bernegara, Selamanya partai politik hanya akan mengandalkan figur artis, Bukan kemampuan politik seorang kader.

Partai politik saat ini tidak peduli dengan kualitas dan ideologi kader, Yang terpenting dia bisa memberi modal uang dan sumbangan suara. Meskipun sudah disadari dampak buruknya, Namun kebiasaan ini tetap berlangsung sampai sekarang. Begitu muncul calon kepala daerah seperti Ahok, Partai politik pun seperti kelabakan.

Kini Ahok seperti menjewer partai politik, Tidak ada lagi kader yang instan. Masyarakat sudah mulai cerdas untuk memilih calon pemimpin yang benar-benar memiliki kinerja yang bagus. Sudah saatnya partai kembali menjalankan fungsi pengkaderan, menyiapkan dan menyeleksi calon wakilnya yang akan duduk di jabatan politik.

Fenomena Ahok seolah ingin membuktikan bahwa jika ingin dipilih ole rakyat maka bekerjalah dengan baim dan jujur. 
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment